Ergonomi
Pengertian
Ergonomi
Ergonomi merupakan ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang
atau sebaliknya, dengan tujuan tercapainya produktivitas kerja
dan
efisiensi yang
setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi adalah komponen
kegiatan dalam ruang
lingkup hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal
balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja.
Ergonomi bertujuan
untuk memastikan kebutuhan manusia akan keselamatan
dan
efisiensi pekerjaan selama mereka berada didalam
lingkungan
kerjanya (Suma’mur, 2009).
Kata Ergonomi berasal dari bahasa
Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos
(Hukum Alam) dan dapat
didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerjanyayang ditinjau secara anatomi, fisiologi, engineering. Manajemen dan
desain atau perancangan. Ergonomi berkenan pula dengan optimasi, efisiensi,
kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, rumah, dan
rekreasi. Didalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia,
fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu
menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factors”. Ergonomi juga digunakan
oleh berbagai macam ahli / professional pada bidangnya misalnya : ahli anatomi,
arsitektur, perancangan produk industry, fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan,
psikologi, dan teknik industri. (Definisi diatas adalah berdasar pada
Internasional Ergonomics Association). Selain itu ergonomi juga dapat
diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancangan, analisis, sintetis,
evaluasi proses kerja dan produk bagi wiraswastawan, manajer, pemerintahan,
militer, dosen, dan mahasiswa (Nurmianto, 1996).
Tujuan Ergonomi
Secara umum
penerapan ergonomi terdiri dari banyak tujuan. Berikut ini tujuan dalam
penerapan ergonomic (Tarwaka, 2004):
1.
Meningkatkan kesejahteraan fisik dan
mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan
beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2.
Meningkatkan kesejahteraan social melalui
peningkatan kualitas kontak sosial dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif, produktif,
maupun setelah tidak.
3.
Menciptakan keseimbangan rasional antara
aspek teknis, ekonomis, dan antropologis dari setiap system kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Penerapan, Metode dan Prinsip Ergonomi
Terdapat beberapa aplikasi /
penerapan dalam pelaksanaan ilmu
ergonomi.Aplikasi
/ penerapan tersebut antara lain:
1.
Posisi Kerja terdiri dari posisi
duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja.
Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang
vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
2.
Proses Kerja
Para pekerja dapat
menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai ukuran
antropometrinya. Harus dibedakan urutan antropometri barat dan timur.
3.
Tata Letak Tempat Kerja
Display harus jelas terlihat
pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan
simbol yang
berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada
kata-kata.
4.
Mengangkat Beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan
kepala, bahu,
tangan, punggung dan sebagainya. Beban yang
terlalu berat dapat
menimbulkan cedera tulang
punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
Terdapat
beberapa
metode dalam pelaksanaan
ilmu ergonomi. Metode- metode
tersebut antara lain:
1.
Diagnosis,
dapat
dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat kerja penilaian
fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomic
checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya. Variasinya akan sangat
luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks.
2.
Treatment,
pemecahan
masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat diagnosis. Kadang sangat
sederhana seperti merubah posisi mebel, letak pencahayaan atau jendela yang
sesuai. Membeli furniture sesuai
dengan dimensi fisik pekerja.
3.
Follow-up,
dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya dengan
menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan siku, keletihan,
sakit kepala dan lain-lain. Secara obyektif misalnya dengan parameter produk
yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan, dan lain-lain.
Memahami
prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi
setiap tugas atau pekerjaan
meskipun ilmu
pengetahuan dalam ergonomi
terus mengalami
kemajuan dan teknologi yang
digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah.
Prinsip ergonomi adalah pedoman
dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja,
menurut Baiduri dalam diktat
kuliah ergonomi terdapat
12 prinsip ergonomi yaitu:
a.
Bekerja dalam
posisi atau postur normal
b. Mengurangi beban berlebihan;
c.
Menempatkan peralatan agar selalu
berada dalam jangkauan
d.
Bekerja sesuai dengan
ketinggian
dimensi tubuh
e.
Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan
f.
Minimalisasi gerakan statis, minimalisasi titik beban
g.
Mencakup jarak ruang
h.
Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman
i.
Melakukan gerakan,
olah raga, dan
peregangan
saat bekerja
j.
Membuat
agar display dan
contoh mudah dimengerti
k.
Mengurangi
stress
Pengelompokkan Bidang Kajian dan Spesialisasi Ergonomi
Pengelompokkan
bidang kajian ergonomic yang secara lengkap dikelompokkan oleh Dr. Ir. Iftikar
Z. Sutalaksana (2005) sebagai berikut:
1.
Faal Kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang meneliti energi manusia yang dikeluarkan dalam suatu pekerjaan. Tujuan dan bidang kajian ini adalah untuk perancangan sistem
kerja yang
dapat meminimasi konsumsi
energi yang dikeluarkan saat
bekerja.
2.
Antropometri, yaitu bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia
untuk digunakan dalam perancangan
peralatan dan fasilitas
sehingga sesuai dengan
pemakainya.
3.
Biomekanika yaitu bidang
kajian
ergonomi
yang
berhubungan
dengan mekanisme tubuh dalam melakukan satu pekerjaan, misalnya keterlibatan
otot manusia dalam bekerja dan
sebagainya.
4.
Penginderaan, yaitu bidang kajian ergonomi yang erat kaitannya dengan
masalah penginderaan manusia, baik
indera penglihatan, penciuman, perasa dan
sebagainya.
5.
Psikologi kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang berkaitan dengan efek psikologis dan suatu pekerjaan terhadap
pekerjanya, misalnya terjadinya
stres dan lain sebagainya.
Pada
prakteknya, dalam mengevaluasi suatu sistem kerja
secara ergonomi, kelima bidang
kajian tersebut
digunakan
secara sinergis sehingga
didapatkan
suatu solusi yang optimal, sehingga seluruh bidang
kajian ergonomi adalah suatu
sistem terintegrasi yang semata-mata ditujukan untuk perbaikan kondisi manusia pekerjanya.
Spesialisasi bidang
ergonomi meliputi: ergonomi fisik, ergonomi kognitif,
ergonomi sosial,
ergonomi organisasi,
ergonomi lingkungan
dan
faktor lain yang sesuai.
Evaluasi ergonomi merupakan studi tentang penerapan ergonomi dalam suatu sistem kerja yang bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan penerapan ergonomi, sehingga didapatkan suatu rancangan keergonomikan yang
terbaik.
1. Ergonomi Fisik: berkaitan dengan anatomi tubuh manusia,
anthropometri, karakteristik fisiolgi dan
biomekanika yang berhubungan dnegan aktifitas fisik.
Topik-topik yang relevan dalam ergonomi fisik antara lain: postur kerja,
pemindahan material, gerakan berulang-ulang, MSD, tata letak tempat kerja,
keselamatan dan kesehatan.
2. Ergonomi Kognitif: berkaitan dengan
proses mental manusia, termasuk di dalamnya ; persepsi, ingatan,
dan
reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap pemakaian elemen sistem. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi kognitif antara
lain ; beban kerja, pengambilan keputusan, performance, human-computer
interaction, keandalan manusia, dan stres
kerja.
3. Ergonomi Organisasi: berkaitan dengan optimasi sistem sosioleknik, termasuk
sturktur organisasi, kebijakan dan proses. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi organisasi antara lain ; komunikasi, MSDM, perancangan kerja,
perancangan waktu kerja, timwork, perancangan
partisipasi,
komunitas ergonomi, kultur
organisasi,
organisasi virtual, dll.
4. Ergonomi Lingkungan:
berkaitan
dengan pencahayaan,
temperatur,
kebisingan, dan getaran. Topik-topik yang
relevan dengan ergonomi lingkungan
antara lain
; perancangan ruang kerja,
sistem akustik,dll.
Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan salah
satu penyebab dari keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga
dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena
lingkungan kerja dapat mempengaruhi pekerja, terutama lingkungan kerja yang
bersifat psikologis, sedangkan pengaruhnya itu sendiri dapat bersifat positif
dan dapat bersifat negatif.
Menurut Sarwono (2005) “Lingkungan kerja adalah lingkungan
dimana pegawa/karyawanmelakukan pekerjaannya sehari-hari”. Lingkungan kerja
yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat
berkerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika
pegawai menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut
akan betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja
dipergunakan secara efektif dan optimis prestasi kerja pegawai juga tinggi.
Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama
pegawai dan hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan fisik
tempat pegawai bekerja.
Lingkungan kerja fisik adalah suatu keadaan di sekitar tempat kerja yang
mempengaruhi pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan
kerja fisik terbagi menjadi dua kategori yaitu lingkungan yang langsung
berhubungan dengan pekerja, seperti kursi, meja, stasiun kerja, peralatan, dan
lain-lain. Kategori yang selanjutnya adalah lingkungan perantara seperti suhu,
kelembaban, pencahayaan, kebisingan, warna dan lain-lain (Sutalaksana, 2005).
Lingkungan kerja fisik mencakup fasilitas parkir diluar
gedung perusahaan, lokasi, dan rancangan gedung, rancangan kantor, dan juga
rancangan ruang kerja. Munandar membagi lingkungan kerja fisik menjadi tiga,
yaitu pencahayaan, warna, dan kebisingan (Munandar, 2001).
Jenis Lingkungan Kerja
1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja pegawai melakukan
aktivitasnya”. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan emosi kerja
para karyawan. Faktor-faktor fisik ini mencakup pada penerangan, suhu udara,
sirkulasi udara, ukuran ruang kerja, suara bising. Suhu udara di tempat kerja,
luas ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini
sangat mempengaruhi tingkah laku manusia.
Peningkatan suhu dapat menghasilkan kenaikan prestasi kerja
tetapi dapat pula malah menurunkan prestasi kerja.”Kenaikan suhu pada batas
tertentu menimbulkan semangat yang merangsang prestasi kerja tetapi setelah
melewati ambang batas tertentu kenaikan suhu ini sudah mulai mengganggu suhu
tubuh yang mengakibatkan terganggunya pula prestasi kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja fisik yang mempengaruhi terbentuknya kondisi
lingkungan kerja adalah temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan,
kebisingan, getaran mekanis, dan bau-bauan (Sutalaksana, 2005).
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik ini merupakan lingkungan kerja
yang tidak bisa diabaikan, perusahan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang
mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status
jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah
suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri. Membina hubungan
yang baik antara sesama rekan kerja, bawahan maupun atasan harus dilakukan.
Kondisi
Lingkungan Kerja Yang Mempengaruhi Kegiatan Manusia
Menurut Sutalaksana (2005) kondisi lingkungan kerja yang
mempengaruhi kegiatan manusia ada beberapa faktor yaitu:
1. Temperatur
Dalam keadaan normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai
temperatur yang berbeda-beda, Tubuh manusia selalu berusaha untuk
mempertahankan keadaan normal ini dengan sesuatu system tubuh yang sangat
sempurna sehingg dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di
luar tubuhnya. Tetapi kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri inipun ada
batasannya. yaitu tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan
temperature luar jika perubahan temperature luar tubuh ini tidak melebihi dari
20% untuk kondisi panas dan 35% (Wignjosoebroto,
2006).
Tubuh manusia biasa menyesuaikan diri karena kemampuannya
untuk melakukan proses konversi. Radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan
atau kelebihan panasnya. Menurut penyelidikan apabila temperature udara lebih
rendah dari 170C berarti temperatur udara ini ada dibawah kemampuan
tubuh untuk menyesuaikan diri (35% dibawah normal) maka tubuh manusia akan
mengalami kedinginan. Karena kehilangan panas tubuh yang sebagian besar di
akibatkan oleh konveksi dan radiasi.juga sebagian kecil akibat penguapan
sebaliknya apabila temperatur udara terlalu panas dibanding temperature normal
tubuh maka akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi yang jauh lebih
besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan dirinya melalui sistim
penguapannya (Sutalaksana, 2005).
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai
temperatur yang berbeda-beda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk
mempertahankan keadaan normal ini dengan suatu sistem tubuh yang sangat
sempurna sehiungga dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi
kelebihan atau kekurangan panasnya (Sutalaksana, 2005).
Menurut penyelidikan apabila
temperatur udara lebih dari 170C berarti temperatur udara ini ada
dibawah kemampuan tubuh untuk menyesuaikan diri (35% dibawah normal), maka
tubuh manusia akan mengalami kedinginan. Hilangnya panas tubuh yang sebagian
besar di akibatkan oleh konveksi dan radiasi. Sebagian kecil yang diakibatkan oleh
penguapan, sehingga apabila suhu terlampau dingin akan menurunkan gairah kerja
sebaliknya apabila temperatur udara lebih panas akan menimbulkan kelelahan
tubuh manusia. Tabel dibawah menjelaskan tentang iklim kerja indeks suhu:
Tabel Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu
Tingkat Temperatur
|
Pengaruh yang ditimbulkan
|
490C
|
Temperatur
yang dapat ditahan sekitar 1 jam tetapi jauh diatas tingkat kemampuan fisik
dan mental. Lebih kurang 300C aktivitas dan daya tanggap mulai
menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan timbul
kesalahan fisik.
|
300C
|
Aktivitas
mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan,
timbul kelelahan fisik.
|
240C
|
Kondisi
optimum.
|
100C
|
Kelakuan
fisik yang ekstrim mulai muncul.
|
Sumber
: (Suma’mur, 2009)
2. Pencahayaan
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk
melihat obyek secara jelas, cepat tanpa menimbulkan kesalahan kebutuhan akan
pencahayaan yang baik akan makin di perlukan apabila kita mengerjakan suatu
pekerjaan yang memerlukan ketelitian penglihatan (Sutalaksana, 2005).
Fungsi utama penerangan di tempat kerja adalah untuk
menerangi obyek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah di kerjakan dengan
cepat, dan produktifitas dapat meningkat. Penerangan di tempat kerja harus
cukup.Penerangan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan
kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Penerangan yang
intensitasnya kuat akan dapt menimbulkan kesilauan, penerangan baik rendah
maupun kuat bahkan akan menimbulkan kecelakaan kerja. Faktor yang menentukan
baik atau tidaknya penerangan ditempat kerja adalah ukuran obyek, derajat
kontras antara obyek dengan sekitarnya, tingkat iluminasi (yang menyebabkan
obyek dan sekitarnya dapat terlihat jelas, dan distribusi dan arah cahaya.
Sumber penerangan yang digunakan di tempat kerja dibedakan dalam dua jenis,
yaitu :
a. Penerangan alami (bersumber dari
cahaya matahari), penerangan alami di tempat kerja harus di upayakan, di
terapkan.
b. Penerangan buatan (bersumber dari
lampu), penerangan buatan hanya sebagai penunjang pelengkap jika sumber tidak
mencukupi kebutuhan.
Kebutuhan intensitas penerangan tergantung dari jenis
pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian sulit dilakukan
bila keadaan cahaya ditempat kerja tidak memadai. Tabel berikut menjelaskan tentang
tingkat penerangan berdasarkan jenis pekerjaan:
Tabel Tingkat Penerangan
Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
|
Contoh Pekerjaan
|
Tingkat Penerangan yang Dibutuhkan
(Lux)
|
Tidak
Teliti
|
Penimbunan
Barang
|
80-170
|
Agak
Teliti
|
Pemasangan
(Tak Teliti)
|
170-350
|
Teliti
|
Membaca,
Menggambar
|
350-700
|
Sangat
Teliti
|
Pemasangan
|
700-1000
|
Sumber
: (Suma’mur, 2009)
3. Kebisingan
Suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan
tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara.
Secara fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi
getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga. Kebisingan
dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan
waktunya.
Kebisingan dapat juga diartikan bentuk suara yang tidak
sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga secara umum kebisingan dapat
diartikan sebagai suara yang merugikan manusia dan lingkungan. Bising
dikategorikan pada polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi efeknya
cukup besar. Kebisingan adalah bahaya yang umum di tempat kerja.
Sumber bising sangat banyak, namun di kelompokkan menjadi
kebisingan industry, kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan
olahraga dan seni, dan kebisingan lalu lintas. Emisi kebisingan dipantulkan
melalui lantai, atap, dan alat-alat. Sumber bising secara umum menurut
Bachtiar, (2003):
a. Indoor : manusia, alat-alat rumah tangga
dan mesin.
b. Outdoor : lalu lintas, industri, dan
kegiatan lain.
Intensitas kebisingan biasanya diukur dengan satuan decibel (dB) yang menunjukkan besarnya
arus energi per satuan luas. Berikut ini skala intensitas yang bisa terjadi di
suatu tempat atau akibat suatu alat atau keadaan. Tabel dibawah menjelaskan tentang
nilai ambang kebisingan:
Tabel Nilai Ambang Batas
Kebisingan
|
Decibel
(dB)
|
Batas dengar tertinggi
|
Menulikan
|
120
110
|
Halilintar
Meriam
Mesin
uap
|
Sangat
Hiruk
|
100
90
|
Jalan
hiruk – piruk
Perusahaan
sangat gaduh
Pluit
polisi
|
Kuat
|
80
70
|
Kantor
gaduh
Jalan
pada umumnya
Radio
|
Sedang
|
60
50
|
Rumah
gaduh
Percakapan
Kuat
Radio
perlahan
|
Tenang
|
40
30
|
Rumah
tenang
Kantor
perorangan
Auditorium
percakapan
|
Sangat
Tenang
|
20
10
|
Suara
daun – daun
Berisik
Batas
dengar terendah
|
Sumber:
Sutalaksana, (2005).
Hubungan Lingkungan kerja fisik
dengan Kepuasan Kerja
Terdapat hubungan antara lingkungan kerja fisik terhadap kepuasan kerja.
Menurut, para pekerja dalam suatu organisasi membutuhkan lingkungan kerja fisik
yang baik dan mendukung. Pekerja cenderung lebih menyukai bekerja dengan
lingkungan kerja yang aman dan tidak berbahaya baik dari segi cahaya,
kebisingan, dan juga memiliki fasilitas yang baik. Bekerja dalam lingkungan
seperti itu akan menimbulkan perasaan nyaman ketika berkerja yang kemudian
mengarah kepada kepuasan kerja (Robbins, 2003).
Salah satu faktor yang mendorong kepuasan kerja adalah
kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan kerja yang baik
untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik.
Studi studi juga menunjukan bahwa karyawan lebih menyukai lingkungan kerja yang
tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur, cahaya, dan kebisingan dan
faktor-faktor lingkungan fisik lainnya seharusnya tidak ekstrem biak terlalu
tinggi ataupu terlalu rendah misalnya
keadaan suatu rungan yangterlalu panas atau keadaan pencahayaan yang terlalu
remang-remang. Kebanyakan karyawan juga menyukai bekerja dekat dengan rumah,
dalam fasilitas kantor yang bersih relatif modern dan dengan peralatan dan
perlengkapan yang memadai (Robbins,
2003).
Pengertian
Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja
berasal dari bahasa inggris, product: result, outcome berkembang menjadi
kata productive, yang berarti menghasilkan, dan productivity: having
the ability make or kreate, creative. Perkataan itu dipergunakan di bahasa
Indonesia menjadi produktivitas yang berarti kekuatan atau kemampuan
menhasilkan sesuatu, karena dalam organisasi. Kerja yang akan dihasilkan adalah
perwujudan tujuannya. Dilihat dari segi Psikologi produktivitas menunjukkan
tingkah laku sebagai keluaran (output) dari suatu proses berbagai macam
komponen kejiwaan yang melatarbelakanginya. Produktivitas tidak lain daripada
berbicara mengenai tingkah laku manusia atau individu, yaitu tingkah laku
produktivitasnya. Lebih khusus lagi di bidang kerja atau organisasi kerja
(Sedarmayanti, 2004).
Budaya organisasi adalah
sebuah keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam
organisasi, dikemukakan dengan lebih sederhana, budaya adalah cara kita
melalukan sesuatu di sini. Pola nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi ini
mungkin tidak diungkapkan, tetapi akan membentuk cara orang berperilaku dan
melakukan sesuatu (Sedarmayanti, 2009).
Produktivitas pada
hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa mempunyai pandangan bahwa metode
kerja hari ini harus lebih baik dari metode kerja kemarin dan hasil yang dapat
diraih besok harus lebih banyak atau lebih bermutu dari pada hasil yang diraih
hari ini (Bachtiar,
2003).
Pengertian
ISO 14000
ISO 14000 merupakan standar
internasional tentang sistem manajemen lingkungan secara umum, sedangkan untuk
bidang konstruksi masih didukung oleh adanya konsep konstruksi berkelanjutan (sustainable construction). Dalam
penelitian ini dijelaskan juga tentang elemen ISO 14000 dan keuntungan yang ada
diperoleh bila menerapkannya.
Elemen ISO 14000 yang terkait dengan
konstruksi adalah polusi udara, pembuangan ke sumber air, pasokan air dan
pengolahan limbah domestik, limbah dan bahan-bahan berbahaya, gangguan,
bunyi/kebisingan dan getaran, radiasi, perencanaan fisik, pengembangan
perkotaan, gangguan bahan/material, penggunaan energi, keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bachtiar, Hasan. (2003). Manajemen Industri. Bandung: Ramadhan
Citra Grafika.
Hasan, M Iqbal. 2001. Pokok-pokok Materi Statsitik 2. Jakarta:
Bumi Aksara.
Munandar,
Ashar Sunyoto. (2001). Psikologi Industri
dan Organisasi. Depok: Universitas Indonesia (UI Press).
Nurmianto, Eko. (1996). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Edisi Pertama. Surabaya: Guna Widya.
Nurmianto, Eko. (2004). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Edisi Kedua. Surabaya: Guna
Widya.
Robbins,
S.P. 2003. Prilaku Organisasi. Jakarta:
PT Indeks Kelompok Gramedia.
Ruslan, Rosady. (2008). Manajemen Public Relatoins
& Media Komunikasi. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2005), Psikologi Lingkungan.
Jakarta: PT. Gramedia Grasindo, Jakarta.
Sedarmayanti. (2004). Pengembangan
Kepribadian Pegawai. Bandung: Mandar Maju.
Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV Mandar Maju.
Simanjuntak, Payaman
J. (2003).
Produktivitas Kerja
Pengertian dan Ruang Lingkupnya. Jakarta: Prisma
Suma’mur. (2009).
Higiene perusahaan dan kesehatan kerja.
Jakarta:
PT. Gunung Agung.
Sutalaksana, Iftikar Z.dkk. 2005.
Perancangan Sistem Kerja. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Tarwaka, dkk. (2004). Ergonomi
Untuk Keselamatan, Kesehatan
Kerja
dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA
PRESS.
Cetakan Pertama.
Wignjosoebroto, Sritomo. (2006). Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu.
Surabaya: Guna Widya.
Comments
Post a Comment